Selamat datang!! Silakan Anda mengutip semua artikel yang ada di kami tapi Anda harus menyertakan saya sebagai penulisnya

Rabu, 27 September 2023

Topi Tentara Keberuntungan

 

 

Zaman sebelum reformasi sudah menjadi rahasia umum kalau polisi akan sangat keder jika sampai menilang tentara (ABRI), jika sampai ada yang nekat melakukan hal tersebut, bisa-bisa mereka babak belur dibuatnya. Berhubungan dengan ironi itu, Pak Dayat punya cerita menarik soal kegemarannya memakai topi motif tentara (doreng) jika keluar kota.

Suatu ketika, Madrasah butuh mesin ketik kebetulan ada dana yang bisa dipakai untuk membelinya. Sekalian juga Pak Dayat ingin merasakan mobil Pak Bondan yang baru dibeli beberapa waktu yang lalu.

Singkat cerita tibalah mereka berdua di Surabaya. Mesin ketik pun terbeli. Sayangnya ketika memundurkan mobil tak sengaja mobil menabrak becak yang kebetulan ada penumpangnya. Tentu saja sang penumpang terjengkang berbarengan dengan becak yang terguling. Pak Bondan yang merasa baru punya mobil tanpa sadar berteriak: “Lho mobilku penyok, gimana ini?” jika ini diteriakkan waktu menabrak benda mati tentu tak jadi soal, masalahnya sewaktu berbicara begitu penumpang becak masih belum bisa bangun dan abang becak masih terduduk di aspal.

Tentu saja polisi yang dekat situ langsung menghampiri. “Maaf, Pak, ada yang bisa saya bantu?”

Pak Dayat yang paling nggak suka urusan dengan polisi langsung nyerocos, “Nggak Pak, lagian Bapak nggak akan bantu tapi malah merepoti saya nanti!”

“Lho, ada kecelakaan begini adalah tanggung jawab saya, mungkin Anda perlu ke kantor dulu untuk menyelesaikan masalah ini.”

“Masalah yang apa, Pak. Becak ini yang ngawur, sudah tahu kami mundur main tabrak saja.”

Abang becak yang merasa tak bersalah langsung saja berteriak, “Siapa yang nabrak, sampeyan saja yang mundur nggak pakai kernet, lihat tubuh saya lecet semua.”

Pak Polisi menengahi, “Sudah, Pak, sebaiknya semua diselesaikan di kantor polisi saja. Mari ikut saya.”

Pak Bondan jadi berani, “Nggak usah, Pak. Jelas-jelas becak ini tadi yang menabrak saya, koq.”

“Bagaimanapun mobil Anda yang salah.”

Pak Dayat baru ingat kalau pakai topi doreng tentara. “Anda masih mau memaksa saya, apa mau saya telponkan dulu atasan saya, soalnya saya keluar ini tadi atas perintah beliau.” Pak polisi keningnya berkerut. Merasa di atas angin Pak Dayat melanjutkan, “Itu ada telpon umum[1] mungkin Anda juga perlu ikut saya untuk ngomong dengan beliau.”

Pak Polisi kelihatan ragu, sejurus kemudian, “Nggak usah, Pak. Maaf kalau saya mengganggu, silakan meneruskan perjalan. Permisi.”

Abang becak hanya bisa terbengong-bengong. Penumpangnya juga. Sedangkan Pak Dayat melihat mereka dengan melotot. “Ayo, Pak Bondan kita pulang, bos sedang menunggu,” sambil mengedipkan sebelah matanya.

Setelah di dalam mobil Pak Bondan bicara, “Sampean itu nDa ada-ada saja, memangnya siapa tadi yang mau pean telpon?”

Sambil garuk-garuk kepala Pak Dayat menjawab, “Ya nggak ada, itu kan trik aku saja. Lumayankan aktingku tadi?”

Pak Bondan tak menjawab hanya seyum simpul dan geleng-geleng kepala.


[1] Harap diingat waktu itu belum ada HP jadi komunikasi jarak jauh yang murah adalah dengan memanfaat telpon umum yang banyak bertebaran di pinggir jalan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar