Selamat datang!! Silakan Anda mengutip semua artikel yang ada di kami tapi Anda harus menyertakan saya sebagai penulisnya

Jumat, 28 Juli 2017

Belajarlah Ilmu Sekaligus Adab pada Gurumu



Ada orang yang sebelumnya teriak-teriak “hormati ulama”, eh yang jelas-jelas ulama malah disebut “pendeta Syiah” dan seenak sendiri melabeli “ulama su'”.
Kalau tidak punya ilmu, setidaknya punya adab mestinya. Eh ini ilmu tak punya, adab juga nihil. Hobi menantang dan menuduh orang bidah, sesat, kafir, dan label pembunuhan karakter lainnya.
Hadis Abu Hurairah berikut ini menjelaskan kualitas iman orang-orang seperti itu: “Orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka berkatanya (mestinya) yang baik-baik; atau (kalau tidak bisa) sebaiknya diam,” (HR Al-Bukhari).
Jadi paham kan sekarang seperti apa kualitas iman orang-orang yang seperti itu?! Kalau berdasarkan hadis di atas, tentu iman mereka rendah sekali.
Lalu, mengapa mereka begitu? Jawabannya sepertinya karena ilmunya sebatas hasil kopasan. Dan, yang dikopas tulisan orang itu lagi, orang itu lagi. Wawasannya jadi terkungkung, tak berkembang.
Padahal kalau benar ingin thalabul ilmi (mencari ilmu), harusnya mau menerima dan mencari ilmu dari siapa pun dan dari manapun.
Apalagi pengetahuan agama mereka juga diperoleh secara instan dari artikel-artikel yang ada di situs, radio, atau TV tertentu, bukan dari proses talaqqi (bertemu dan berinteraksi langsung dengan guru), sehingga tidak bisa belajar adab sekaligus pada saat belajar.
Belakangan yang sering dibanggakan orang-orang itu adalah ilmunya yang diperoleh dari YouTube. Padahal yang disaksikannya di YouTube itu ilmu instan, bukan ilmu organik dan sistematis seperti kajian atas suatu kitab.
Ibarat orang yang nonton bola di TV tapi merasa lebih tahu dengan apa yang terjadi di lapangan melebihi yang nonton langsung di stadion.
Nah, dengan segala kelemahan transmisi keilmuan yang mereka dapatkan, yang tak habis pikir adalah gaya mereka yang kadang ugal-ugalan dengan sok-sokan seperti sudah merasa menjadi mufti-mujtahid.

Dengan gaya yang seperti itu, eh ketika disuruh baca Alquran, bacaannya masih level matrikulasi. Boro-boro disuruh baca literatur berbahasa Arab. Di sinilah pentingnya pada saat belajar ilmu, juga belajar adab pada ilmu dan orang yang berilmu. (

Moch. Syarif Hidayatullah) Pegiat dunia literasi dan penerjemahan. Pengkaji hadis, linguistik, naskah klasik, dan wacana media. Pengajar di Program Magister Fakultas Adab dan Humaniora. Ketua Program Studi Tarjamah FAH UIN Syarif Hidayatullah. Doktor Filologi Islam dan Analisis Wacana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar