Selamat datang!! Silakan Anda mengutip semua artikel yang ada di kami tapi Anda harus menyertakan saya sebagai penulisnya

Jumat, 18 Juni 2010

Tangis dan Air Mata


Menangis itu sangat bermanfaat bagi kesehatan jiwa dan emosi kita. Ini bukan kata-kata saya  melainkan kesimpulan dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh Dr. William A. Barry di Pusat Penelitihan Mata dan Air Mata, di Saint Paul Medical Centre. Penelitian itu juga menegaskan bahwa merupakan kesalahan jika kita menahan keinginan untuk menangis, manakala kita memang sedang menghadapi persoalan yang menuntut kita untuk menangis. Menahan air mata justru akan menyeret kita menuju terjadinya krisis hati, kekacauan lambung, sakit kepala, dan nyeri persendian.
Entah karena tahu penelitian tersebut atau memang sudah bakatnya sehingga kita sering menyaksikan wajah-wajah menangis di layar kaca maupun halaman depan media massa. Tentu tanpa saya sebutkan pelakunya Anda sudah tahu, bukan?
Kita ini gampang sekali simpati, terharu dan pada akhirnya menitikkan air mata jika melihat orang lain menangis se-jadi-jadi(an)nya. Maka tak heran pula kalau kita hanya disuguhi sinetron-sinetron kacangan yang menghambur-hamburkan air mata di setiap adegannya. Kitapun terlena tak lagi bisa membedakan kehidupan nyata dan fiksi.
Para petinggi kitapun ternyata paham situasi tersebut. Maka jadilah panggung sandiwara dibangun di gedung wakil rakyat yang terhormat. Anda tentu masih ingat dengan tetesan air mata seorang perwira polisi pada Kamis malam 5 November 2009. Di situ dia menunjukkan kepiawaiannya bak pemain sinetron senior. Maka, sejak itulah saya tahu ternyata ungkapan air mata buaya memang benar-benar ada. Pikir saya waktu itu pasti hal ini akan menjadi trend sebentar lagi.
Ternyata benar sebab hari Minggu, 12 Desember 2009 saya bisa menyaksikan Bu Ani, Sang Menteri Keuangan menitikkan air mata pula di gedung tempat beliau bertugas. Beliau merasa telah difitnah dan dizalimi dan beliau menyampaikan bantahan dengan suaranya terdengar emosional, menganggap bahwa tuduhan ada komunikasi antara Menkeu dengan Robert Tantular, adalah penjatuhan kredibilitas yang menyakitkan, baik sebagai pejabat publik, juga sebagai pribadi yang memiliki keluarga dan komunitas.
Ah, saya lagi-lagi tersenyum, ada-ada saja upaya pejabat kita untuk menarik simpati orang. Dalam praktik komunikasi politik, strategi ini disebut sebagai antipati dibalas simpati. Serangan antipati dihadapi dengan membangun pertahanan posisi yang bisa menggalang dukungan simpati.
Karena itu, tak jarang publik melihat, politisi atau pejabat publik suka mempertontonkan tangisannya. Kalau sekali, orang awam bisa bersimpati. Kalau beberapa kali, orang awam bisa malah menjadi antipati. Makanya, dikenallah istilah Air Mata Buaya. Yaitu, eksplorasi simpati yang di-engineering untuk menggalang dukungan. Saya tak tahu apakah pertemuan tersebut sesuai dengan keinginan Bu Ani, yakni simpati atau malah menimbulkan antipati.
Tak berhenti sampai di situ, ternyata masih ada yang meniru yakni pejabat senior BI menangis di gedung DPR dan tentu saja sekali lagi untuk mencari simpati orang banyak.
Dan dengar-dengar nih, sewaktu memutuskan perubahan fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) ketiga pejabat BI semuanya menangis. Wah, saya jadi berburuk sangka bahwa menangisnya mereka karena takut pengucuran dana tidak jadi sehingga mereka nggak akan kebagian.
Maaf, kalau sangkaan buruk saya ini terlalu kejam, sebab bersamaan dengan menangisnya mereka, menangis pula jutaan penduduk negeri ini karena tidak bisa menikmati pengentasan kemiskinan yang telah dijanjikan oeh para pemimpin negeri.
Kalau saya agak neg dengan tangisan para pejabat di atas, saya justru tertawa ketika menyaksikan tangisan seorang tahanan cantik yang dipindahkan dari Rutan Pondok Bambu ke Lapas Tangerang.(Jawa Pos 15/1/2010) Tertawa saya segembira ketika menyaksikan tangisan bayi yang baru lahir. Entah tangisan apa yang pantas disematkan kepada Mbak Ayin, mungkin tangisan bawang yang tepat. Anda juga boleh menerka dan memberi nama nama apa yang paling pantas untuk tangisan orang sekelas Ayin tersebut.
Bagi saya menangis merupakan suatu ekspresi yang sangat manusiawi, sebagai bentuk respon terhadap tekanan mental. Akan tetapi pantaskah seorang pejabat tinggi negara menangis di depan ruang publik, apalagi terjadi di dalam forum penting bersama para wakil rakyat?
Hal ini menunjukkan betapa lemahnya mental para pemimpin negeri ini, yang begitu mudah meneteskan air mata di depan publik. Yang menurut pendapat saya hal itu sangat memalukan, karena hal ini menjadi tontonan masyarakat luas, baik nasional maupun internasional.
Sudah seyogyanya para pejabat memiliki mental yang kuat untuk menghadapi setiap persoalan di negeri ini. Sangatlah tidak pantas bagi seorang pemimpin, ketika menghadapi tekanan kemudian menangis. Apa jadinya bangsa ini jika dipimpin oleh orang-orang yang bermental lemah? Pantaslah kalau negeri ini selalu di rundung banyak masalah yang tak henti-henti, salah satunya disebabkan karena lemahnya mental para pemegang kebijakan.
Mengapa tangisan itu tak dipergunakan ketika mereka menyaksikan bahwa kepemimpinan mereka belum bisa dikatakan berhasil. Sehingga tangisan tersebut menjadi lebih efektif selain untuk mengungkapkan emosi mereka juga menunjukkan keprihatinan atas diri mereka sendiri karena ternyata belum becus menjalankan tugasnya.
Dan sebagai akhir tulisan ini saya beritahu Anda bahwa sewaktu menulis artikel ini saya juga menangis. Benar, saya menangis kenapa saya belum bisa mencari uang lebih untuk istri saya, kenapa saya hanya bisa menangisi nasib saya dan yang paling menyedihkan kenapa saya belum bisa membuat tulisan yang bisa menjadikan Anda juga ikut menangis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar