Selamat datang!! Silakan Anda mengutip semua artikel yang ada di kami tapi Anda harus menyertakan saya sebagai penulisnya

Rabu, 09 Maret 2016

Setelah Sertifikasi, What’s Next?


Prolog
Hari Ahad, tanggal 15 Desember 2013 selesai sudah masa karantina saya sebagai salah satu peserta Pendidikan dan Latihan Pendidikan Guru (PLPG) yang diselenggarakan oleh Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) UIN Sunan Ampel.
Karena banyaknya janji-janji pemerintahlah sehingga kami semua semangat untuk mengikuti setiap materi yang disampaikan oleh dosen. Kepenatan yang saya rasakan serta suka-duka menghadapi tugas yang bejibun dalam tenggat waktu yang singkat tak menyurutkan semangat saya dan teman-teman untuk menyelesaikannya. Karena di pelupuk mata kami nampak sebuah lembar sertifikat dan kartu NRG yang menjadi syarat sah untuk mendapatkan tunjangan profesi. Ya, begitu pragmatisnya pemikiran kami sebab bagi guru seperti kami yang selalu berkutat utang apalagi yang kami kejar selain uang.
Kini, setelah beberapa bulan saya menyelesaikan PLPG tersebut disaat menanti turunnya SK pengesahan, rupa-rupanya tujuan pragmatis yang sempat mampir dalam benak saya adalah tujuan yang sebagian besar tersemat pada rekan-rekan seprofesi. Dengan melihat peristiwa-peristiwa sekitar dari rekan sesama guru yang sudah menerima tunjanganlah sehingga saya mengambil kesimpulan tersebut. Uraian berikut adalah pembuktian tesis saya.

Tujuan Pemerintah
Begitu mulianya tujuan pemerintah untuk memajukan kehidupan bangsa dengan meningkatkan kualitas pendidikan dari segi guru dan kesejahteraannya. Untuk meningkatkan kualitas guru dengan karakteristik yang dinilai kompeten maka salah satu caranya adalah dengan sertifikasi.
Peningkatan mutu guru lewat program sertifikasi ini sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan. Rasionalnya adalah apabila kompetensi guru bagus yang diikuti dengan kesejahteraan yang bagus, diharapkan kinerjanya juga bagus. Apabila kinerjanya juga bagus maka KBM-nya juga bagus. KBM yang bagus diharapkan dapat membuahkan pendidikan yang bermutu.
Maka dikeluarkanlah Undang-undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 sebagai salah satu upaya untuk mengatur agar pendidikan di Indonesia semakin maju. Karena tidak mungkin pendidikan maju jika tenaga pendidiknya tidak maju maka pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen yang menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dalam tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Pernyataan ‘profesional’ mengindikasikan bahwa seorang guru harus benar-benar menjalankan tugas sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang. Karena merupakan tuntutan tentu saja pemerintah tidak tinggal diam dengan tuntutannya ini maka keluarlah sebagian dari anggaran 20% APBN untuk memberikan imbal balik berupa tunjangan profesi.
Untuk mencapai ‘profesional’ ada banyak syarat yang memang harus dipenuhi guru. Tentu saja ini merupakan hal yang lumrah sebagaimana tujuan, jalan mencapai tujuan juga harus ditempuh. Jika syarat-syarat ini terpenuhi keluarlah bukti keprofesionalan berupa sertifikat pendidik sebagai syarat akhir seorang guru untuk mendapatkan tunjangan.
Jalan yang paling mudah menurut saya adalah jalur portofolio. Sebab dengan jalur ini seorang guru cukup mengumpulkan pengalaman-pengalaman selama menjadi guru dengan bukti fisiknya. Jika jumlah nilai minimal 850 dari portofolio terpenuhi, maka guru sudah berhak mendapatkan sertifikat pendidik dari LPTK penyelenggara sertifikasi guru.
Jalan agak sulit setelah guru tidak mampu memenuhi penilaian portofolio dia harus mengikuti PLPG selama 90 jam. Pelatihan yang diadakan selama seminggu ini, setiap peserta mengikuti jadwal pelatihan yang begitu ketat dengan menyelesaikan tugas dalam tempo yang singkat. Materi-materi yang disampaikan tentu saja semua hal yang berkaitan dengan dunia pendidikan yakni pedagogik, profesional, spiritual, dan sosial lebih-lebih lagi yang berkaitan dengan teknologi. Sebab sebagaimana sudah maklum teknologi dalam hal ini komputer merupakan hal yang wajib dikuasai oleh guru.
Jalan menyusahkan dan lebih rumit serta menghabiskan banyak waktu, biaya, dan tenaga adalah dengan jalur PPG (Program Profesi Guru). Bagaimana tidak, hanya demi selembar kertas yang bernama sertifikat seorang guru yang mengikuti PPG harus mengikuti perkuliahan selama 2 semester (1 tahun) dengan bobot antara 32 s.d. 40 sks. Bandingkan dengan jalur portofolio yang hanya bermodal kertas berharga, jalur PLPG yang bermodal tenaga dan ‘sedikit’ pikiran. Tidak berlebihan jika saya mengatakan bahwa guru hasil dari PPG memang benar-benar guru yang profesional. Mengapa demikian? Uraian berikut sedikit banyak akan menjawabnya.

Keprihatinan
Sebagaimana yang sudah saya ungkapkan di atas pelaksanaan program sertifikasi tujuan dasarnya adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan. Karena dengan meningkatnya kualitas pendidikan, maka akan dapat pula mendongkrak kualitas pendidikan bangsa Indonesia saat ini.
Kenyataannya program sertifikasi khususnya jalur portofolio justru memunculkan sosok guru yang Certificate-Oriented. Ternyata implementasi sertifikasi guru dalam bentuk penilaian portofolio ini kemudian menimbulkan polemik baru. Banyak para pengamat pendidikan yang menyangsikan keefektifan pelaksanaan sertifikasi dalam rangka meningkatkan kinerja guru. Bahkan ada yang berhipotesis bahwa sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio tak akan berdampak sama sekali terhadap peningkatan kinerja guru, apalagi dikaitkan dengan peningkatan mutu pendidikan nasional. Hal ini berkaitan dengan temuan-temuan dilapangan bahwa adanya indikasi kecurangan dalam melengkapi berkas portofolio oleh para guru peserta sertifikasi.
Tentu Anda masih ingat beberapa tahun yang lalu ketika portofolio mulai diadakan. Banyak bermunculan acara seminar, diklat, atau yang sejenisnya diadakan oleh berbagai lembaga yang merasa berkompeten menyelenggarakannya. Guru kreatif, guru teladan, dosen pendidikan bahkan hingga profesor laris manis mengisi acara. Padahal kenyataannya acara diselenggarakan asal-asalan sebab memang bukan ilmu yang menjadi tujuan melainkan sertifikat atau piagam bukti keikutsertaanlah yang diinginkan.
Cara seperti ini masih lumayan sebab memang acaranya benar-benar ada lebih memprihatinkan lagi, banyak sekali penawaran (penjualan) sertifikat dengan harga variatif tanpa pernah mereka mengikutinya. Sertifikat palsupun bertebaran.
Yang mengikuti PLPG-pun tidak ketinggalan. Memang, diklat ini benar-benar ada, justru pelaksanaannya yang perlu mendapat sorotan. Saya yang menjadi peserta PLPG merasakan benar betapa memang program pemerintah sulit sekali menuai keberhasilannya hanya karena oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Dosen-dosen yang tidak sejalan dengan kehendak pemerintah atas pemberlakuan kurikulum 2013 berani terang-terangan menentang di hadapan kami sebagai peserta. Ada dosen yang asal comot karena tidak menguasai materi gampang saja memberikan tugas pada kami tanpa pernah memberikan pengarahan yang sebenarnya. Mudah-mudahan hanya saya saja yang mengalami demikian.
Sedangkan para peserta lebih memprihatinkan lagi. Banyak yang berangkat tanpa orientasi yang jelas. Mengikuti pelatihan dengan ogah-ogahan, berusaha menghindari tugas yang dibebankan. Hampir sama dengan para murid, gembira sekali jika dosen hanya bercerita pengalaman hidupnya tanpa sama sekali memberikan tugas.

Solusi
Sertifikasi dengan jalur portofolio memang sangat diragukan keampuhannya untuk meningkatkan kompetensi guru. Maka, pemerintah harus mengadakan tindak lanjut agar program yang begitu mulia tidak menjadi program yang sia-sia. Sebab di sana-sini masih banyak guru yag telah lolos sertifikasi tapi sekedar menyalakan laptop saja tidak bisa. Membuat RPP masih mengandalkan download internet atau kadang membeli paket jadi yang tinggal mengganti nama saja (sekolah, kepala sekolah, dan guru bersangkutan).
Meningkatkan suguhan up grading bisa menjadi salah satu langkahnya. Up Grading yang saya maksud berupa peningkatan-peningkatan kualitas guru dipelbagai kompetensi. Up Grading ini dapat berupa Kegiatan-kegiatan training, penataran, workshop, dan apapun istilah lainnya. Cara ini dapat mengubah rahasia umum para guru, bahwa yang dapat menikmati suguhan Up Grading tersebut hanyalah segelintir dari mereka.
Yang telah lulus jalur PLPG-pun masih banyak kekurangan yang harus dibenahi. Jangan dikira setelah mengikuti PLPG habis perkara. Masih banyak kekurangan yang harus dibenahi. Sebab yang jamak terjadi di Indonesia, kegiatan semacam PLPG – bisa seminar, diklat, kursus – yang  diharapkan untuk bisa memacu kemajuan, menumbuhkan kreatifitas, mengembangkan inovasi mandeg pada pemenuhan kewajiban atau istilah lainnya hanya sebagai formalitas.
Saya sangat berharap setiap triwulan, atau persemester atau paling tidak setiap setahun sekali ada semacam ujian ulang dengan passing grade tiap tahun ditingkatkan. Sehingga guru sertifikasi tetap terpacu untuk meningkatkan kemampuannya.


Epilog
Sebelum saya akhiri tulisan ini, maaf jika ada kesalahan dalam bertutur, bukan bermaksud meng"generalisasi". Saya hanya berharap adanya sertifikasi tidak serta merta mengurangi keikhlasan para guru untuk menularkan ilmunya. Sebab, saya yakin masih banyak guru yang memang benar-benar ikhlas mengajar walau tanpa disertifikasi, dan masih banyak guru yang walaupun sudah tua namun masih bersemangat untuk belajar memperbaiki kekurangan diri demi kemajuan sekolahnya.
Sertifikasi bukan segalanya, sebab kemajuan pendidikan di Indonesia begitu komplek permasalahannya. Hanya, saya mengajak kepada semua rekan guru untuk selalu instropeksi. Sejauhmana telah melaksanakan tugas kependidikan. Seberapa banyak kekurangan yang belum tertutupi dan tidak pernah lelah untuk meningkatkan kemampuan agar bisa mengikuti perkembangan zaman. Jangan sampai status guru sertifikasi disandang tetapi sering tidak mampu kebutuhan peserta didik. Semoga, para guru benar-benar menjadi Pahlawan tanpa tanda jasa.
Barangsiapa mau menjadi guru,
biarkan dia memulai mengajar dirinya sendiri 
sebelum mengajar orang lain,
dan biarkan dia mengajar dengan teladan,
    sebelum mengajar dengan kata-kata....
” (Chairil Anwar)

*) Pengajar di MTs. MA. Al-Musthofa Canggu
Jetis Mojokerto
Alumni PLPG angkatan 33
Mempunyai alamat di

www.catatansangguru.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar