Selamat datang!! Silakan Anda mengutip semua artikel yang ada di kami tapi Anda harus menyertakan saya sebagai penulisnya

Sabtu, 05 November 2011

Tema Tempelan yang Berani


Untuk kedua kalinya saya bisa menikmati film idola saya setelah sebelumnya Dawai 2 Asmara kini Sajadah Ka’bah.  Jika dulu hanya bisa menyaksikan di layar televisi, itupun film lawas, maka menjadi suatu kebanggaan tersendiri jika sekarang saya bisa menonton langsung film yang masih fresh lewat bioskop.
Sayangnya cerita-cerita yang dulu saya terima tentang Rhoma Irama, yakni bagaimana berdesakannya para penonton memasuki bioskop Mojokerto sekitar tahun 90-an ke bawah yang pada waktu itu ada 3 buah (Ratna, Indra dan Garuda Cineplex) untuk bisa menyaksikan Rhoma beraksi di layar lebar. Kemarin, kursi yang berjumlah sekitar 150-an hanya terisi 15 orang. Itupun ketika film baru berjalan 15 menit 4 orang keluar  tak kembali lagi. Hem, rupanya ketenaran Rhoma sudah tak bersinar lagi. Dalam hati saya berpikir, kalau semua bioskop hanya segelintir yang masuk ke film Sajadah Ka’bah ini, lalu bagaimana Rhoma bisa mengembalikan biaya produksi ya?
Tapi, sudahlah itu menjadi PR Rhoma sendiri, yang penting buat saya masih bisa menyaksikan Rhoma yang sudah keriput ditaksir Shoiba (Ida Iasha) sang janda cantik. Bumbu yang kurang tepat menurut saya, mengingat Rhoma sudah waktunya dipanggil kakek.
Setting film di Lombok ini lumayan membuat saya kagum dengan kebesaran ciptaan Allah sebagaimana yang diinginkan Rhoma, cuma hati kurang sreg saja ketika film baru pertama kali main terdengar suara Rhoma yang memuji ciptaan Allah. Mungkin inilah yang disebut orang-orang sebuah karya “dakwah” yang menggurui.
Karya dakwah? Nanti dulu, ini bukan film islami, lagian mana ada sih film islami, yang ada Islam hanya dijadikan baju untuk promosi agar menjadi laris, tak terkecuali – maaf – film AAC dan KCB adaptasi dari novel Habiburahman Al Shirazy. Apalagi di film Rhoma ini, masih banyak di sana sini adegan yang tidak mengindahkan aturan Islam laki-laki perempuan bersentuhan tanpa batas, busana yang memperlihatkan belahan dada, lihatlah bagaimana pacar Ridho muncul dengan kaos ketat dengan dada putih mulus. Apa saya dapat dakwah? TIDAK! Justru nafsu yang muncul.
Terlepas dari itu semua, tema yang diusung oleh Rhoma kali ini terbilang cukup berani. Sebab, dia memasukkan masalah furuiyah dalam beberapa adegan, bagaimana bedug dan tasbih yang dianggap bid’ah sebagian orang dibantah oleh Rhoma. Bantahannya semakin jelas ketika ada forum FAHMI TAMAMI (Forum silaturahmi – maaf Rhoma yang betul itu silaturrahim – takmir masjid dan musholla Indonesia) di situ Rhoma mengungkapkan kegelisahannya terhadap sebagian kelompok yang suka membid’ahkan bahkan mengkafirkan golongan Islam lainnya.
Menurut saya, Rhoma terlalu berlebihan. Meskipun saya juga kurang suka terhadap golongan tersebut, tapi saya juga kurang setuju kalau Rhoma sampai menyalahkan mereka. Mestinya kita patut acungi jempol karena keteguhan mereka memegang keyakinan, tidak seperti saya termasuk Rhoma yang mudah saja membelokkan syariat agama sekehendak hati. Bukankah mereka juga bertujuan baik! Apalagi Rhoma menganggap yang ditentang kelompok itu bukan termasuk syariat. Wahai Rhoma mereka punya dalil kuat, coba ungkapkan dalilmu. Kalau bisa bentuk buku.
Meskipun tema besar yang diusung, menurut saya ini masih merupakan tempelan saja, sebab semuanya masih kurang jelas, hanya sekedar pemanis dari film yang banyak adegan maksiatnya ini. Makanya kepada Bang Haji Rhoma Irama, buatlah bantahan yang memadai agar saya bisa terima dengan pendapat sampeyan, sekali lagi buatlah buku!
Terlepas dari itu semua, menurut saya film ini persis film tahun 70-an yang mana adegan demi adegan dilakukan tokohnya dengan kaku, Ruhut Sitompul aktingnya tak menarik, Rhoma juga begitu, apalagi saya sangat terganggu dengan mulut Ridho yang tak pernah mau membuka lebar dalam setiap dialog dan nyanyian, Rhoma ingatkan anaknya dong agar ekspresinya yang datar dikurangi dengan dialognya yang sesuai gerak bibir.
Akhirnya dari semua kekurangan tetap acungan jempol saya berikan kepada Rhoma karena diusianya yang sepuh masih juga dia eksis dan mampu menunjukkan talentanya. Oh, ya Bang, tolong dong kalau mengeluarkan lagu jangan satu saja, seperti dulu itu lho satu fim 5 lagu atau lebih lagu baru yang kau munculkan. Jadi ketika beli soundtracknya saya nggak rugi.

4 komentar:

  1. anda terlalu keras pada yang tua, apakah tidak bisa anda menggunakan bahasa yang lebih santun? dan tanpa ada menyebut kebaikan sedikitpun? apakah anda tidak pernah merasa terhibur sama sekali dengan lagu2 rhoma dan filmnya? sejujurnya bagi saya film dan lagu2 rhoma irama adalah obat stress saya, kalau saya lagi sedih maka lagu rhomalah obatnya, maka saya sangat berterima kasih pada beliau, ingat jasa beliau ini...saya juga menonton filmnya tapi kesan saya tidak seperti yang anda kesankan, filmnya bagus kok, apalagi kalau disimak isi lagu ukhuwwah, maka bertolak belakang dengan yang anda kesankan, menurut saya film ini banyak kebaikannya juga.

    BalasHapus
  2. Aduh, koq jadi begini tanggapan Anda (?), Anda sangat salah sekali, justru saya adalah penggemar berat Rhoma Irama sejak masih duduk di MI (SD), sampai sekarang puluhan kasetnya telah saya miliki hasil dari blusukan ke berbagai pasar loak, harap maklum Soneta berdiri ketika saya belum lahir. Bahkan sampai sekarang saya masih mendengarkan lagu-lagunya yang melegenda, tentu masih banyak yang belum saya ketahui tentangnya, tapi bukan berarti menjadi pengemar terus tidak boleh mengkritik kan?

    BalasHapus
  3. Apakah benar yang dikritik?????????
    Bagi kami kritik itu tidak salah hukumnya. Karena pada dasarnya kritik merupakan koreksi bagi siapa pun tanpa pandang bulu.
    Untuk menanggapi ini semua, kita perlu berfikir objektif dan pola pikir yang mustanir(cemerlang). Pertama, yang kita lihat dari objek. Kedua, kita tinjau objek tersebut dengan kaidah-kaidah yang berlaku (khususnya agama). Dan yang terakhir, kita hukumi(maksud:mengkritik) objek tersebut.
    Nah pertanyaannya, apakah kita telah melihat film tersebut secara keseluruhan dan seksama? Kemudian mari kita kaitkan dengan dengan pengetahuan agama yang kita fahami.
    Kami sendiri belum bisa membenarkan atapun menyalahkan, karena informasi yang kami peroleh belum valid.
    Namun ketika faktanya memang benar yang ditulis oleh sang penulis maka kami sependapat dengan penulis dengan memperhatikan kaidah-kaidah yang berlaku.
    terima kasih...........................

    BalasHapus
  4. ok kalau begitu kita sebenarnya teman dekat bukan musuh, karena ternyata kita sama2 penggemar berat rhoma irama. jadi bisa disimpulkan kritik anda juga karena atas dasar kesenangan cinta pada sang legenda bukan karena benci, sikap saya mungkin bisa juga diartikan sebagai wujud kecintaan saya pada sang legenda, karena sejujurnya hampir dalam keseharian, mingguan saya bisa dipastikan saya melihat youtube untuk mendengar lagu beliau dan sejujurnya saya benar2 merasa tidak stress, timbul rasa gembira, inilah yg membuat saya begitu hormat.
    mungkin bagi saya bisa dilihat 2 aspek yakni aspek kaedah agama dan aspek sosial psikologi.Dalam kaedah agama tentu ada takdir baik dan buruk,af'al Tuhan dalam ilmu tasawuf yang tingkat tinggi, selama bukan malaikat maka siapapun termasuk saya dan anda tentu pernah berdosa, mustahil tak pernah ada dosa, saya melihat seperti yang sering diucapkan sang legenda bahwa beliau tak setuju terhadap radikalisme, dalam perspektif deradikalisasi bahwa seseorang jangan sampai merasa paling bersih, kalau ada dosa maka tak radikal,ini terkait judul sajadah ka'bah dan lagu ukhuwwah yang sarat dengan militansi umat,persatuan umat supaya umat bersatu, jadi perlu diimbangi dengan "dosa" supaya yang mendengar lagu ukhuwwah tak radikal, bersikap eksklusif. selanjutnya sy melihat ada 2 generasi yakni generasi rhoma yang Insya Allah tampil santun di film, lalu generasi ridho yang perlu dipahami secara psikologi anak muda, pernahkah saya dan anda dulunya pacaran? kalau pacaran seperti apa? juga bisa dilihat sebagai cara sang legenda melakukan regenerasi kader dangdut pada` putra mahkota, dulu juga rhoma awalnya tidak terlalu alim lalu berubah menjadi alim, saya berasumsi "pelanggaran" di film terkait psikologi anak muda dan dangdut, ridho sendiri pada saatnya nanti akan mengikuti jejak ayah didakwah, ja sy melihat tidak hitam putih tapi menyeluruh seperti human interest, psikologi anak muda, sosiologi, jd ada 2 generasi yang sangat berbeda di film dangdut, siapakah pengganti rhoma nanti?
    sebagaimana kata rhoma bahwa beliau ke film bukan berlatar aktor tapi berlatar musik, maka menurut saya kalau fakta lagu ukhuwwah benar2 dipahami dengan kaedah-kaedah agama yang kita pahami, apakah salah? bukankah lagunya mengatakan semua madzhab benar? yg salah yg tak sembahyang? tidak mustahil inti film sajadah ka'bah adalah lagu ukuwwah itu, dulu beliau tak pernah mengambil uang dari film tapi dari lagu.
    sy juga tidak anti kritik, tapi dalam kaedah seni mengkritik seperti AA Gym bahwa ada unsur kebaikan lalu kritik, misal mau mengkritik jerawat, maka bilang dulu wahh..muka anda putih sekali, muka anda segar sekali...tapi kenapa kok ada jerawat ya...dst.
    ok kawan ...kita kawan bukan musuh, sama2 penggemar sang legenda, jadi intinya kita sama2 sedang mengekpresikan cinta kita masing2 pada sang legenda dengan cara kita masing2, okey... terima kasih...

    BalasHapus