Selamat datang!! Silakan Anda mengutip semua artikel yang ada di kami tapi Anda harus menyertakan saya sebagai penulisnya

Jumat, 18 Juni 2010

Kabar dari Perpustakaan untuk (Guru) Kita


Sebagai guru, saya tak begitu kaget jika membaca berita pada beberapa koran menurunkan berita tentang pengunjung perpustakaan umum di beberapa kota yang menunjukkan bahwa minat pelajar dan mahasiswa lebih besar daripada guru dan PNS. Walaupun kadang merupakan berita selingan dalam koran tersebut tapi bagi saya itu merupakan pukulan telak bagi semua guru apalagi yang sudah PNS dan tentu saja layak diapresiasi lebih lanjut. Meskipun menurut beberapa pengelola perpustakaan kota tersebut bahwa jumlah pengunjung selalu mengalami peningkatan tiap tahun, tapi itu tak cukup sebagai parameter bahwa minat baca juga meningkat sebab pada kenyataannya dalam kehidupan yang lebih nyata minat baca masyarakat kita masih payah.
Bukan rahasia lagi kalau budaya membaca bangsa Indonesia memang benar-benar payah. Tidak usah dibandingkan dengan negara-negara maju, Perancis, Amerika ataupun Inggris dengan negara-negara di kawasan Asia saja masyarakat Indonesia tertinggal jauh. Hasil dari penelitian Programme for International Student Assesment (PISA) menunjukkan dari 40 negara yang diteliti, Indonesia berada di urutan paling bawah dalam hal kemampuan membaca. Sungguh mengenaskan. Sepintas hal ini sangat merendahkan kita sebagai bangsa Indonesia sayangnya dengan adanya hasil penelitian tersebut ternyata tidak menjadikan kita sadar dan memperbaiki diri tapi hanya bisa merutuk dan mengelak bahwa itu penelitian yang ngawur.
Menurut pengalaman penulis hasil penelitian tersebut hampir benar 100% sebab dalam skala kecil yakni dilingkungan sekolah teman-teman guru jarang sekali meluangkan waktunya untuk membaca. Jangankan buku sekedar membaca koran yang dibelikan sekolah saja seakan tak sempat. Apalagi majalah sekolah yang diawaki oleh siswa-siswi jika mereka diberi bisa dipastikan majalah tersebut akan rapi tanpa coretan atau lipatan serta sepi kritikan untuk awak redaksinya. Apalagi kalau diminta untuk menulis opini dalam majalah tersebut, tak sempat selalu yang jadi alasan. Meskipun tanpa menutup mata ada sebagian dari mereka juga yang juga menyempatkan waktunya untuk membaca tetapi prosentasenya tidak lebih dari 20%.
Itu yang guru lalu bagaimana dengan siswa-siswinya? Setali tiga uang jika yang mendidik saja memberikan tauladan yang kurang baik tak ayal jika anak didiknyapun begitu. Apalagi kurikulum sekolah yang sampai sekarang masih mencari identitasnya. Penulis tidak pernah menyaksikan atau mendapat cerita dari para siswa apakah guru telah mengecek anak didiknya sejauh mana mereka telah menyelesaikan bacaan wajib (required reading)nya, bacaan yang dianjurkan (recommended reading) dan bacaan yang menyangkut pengetahuan umum (general knowledge). Rasanya guru juga bingung buku apa yang wajib dibaca dan  dianjurkan. Mengapa demikian karena mereka ketika kuliah juga tidak pernah diarahkan pada kecintaan membaca buku dan mendaras bacaan. Kita juga bertanya-tanya khususnya siswa SMA pernahkah mereka diberi tugas untuk pembacaan novel sastra selama masa pendidikannya, alih-alih membaca menghafal 10 judul novel sastra saja sudah bagus dan dapat nilai A. Padahal di negara yang sudah maju seperti Amerika  tiap siswa diwajibkan membaca 32 judul novel, Belanda (30), Prancis (20), Jerman (22), Jepang (15), Kanada (13), Brunei (7), Singapura (6), dan Thailand (5) sedangkan Indonesia masih tanda tanya (?), bukan?
Meskipun begitu, guru juga tidak bisa dijadikan satu-satunya kambing hitam kenapa minat baca dikalangan masyarakat begitu rendahnya. Sebab zaman yang semakin modern dengan teknologi yang canggih sehingga segala sesuatu yang dibutuhkan manusia termasuk membaca semakin mudah ternyata tidak serta merta menjadikan minat baca meningkat. Hal ini karena selain dominasi budaya lisan masyarakat tak bisa dipandang remeh karena munculnya teknologi kotak ajaib (televisi). Tahun 2007 Badan Pusat Statistik (BPS) merilis hasil statistiknya yang membuat kita terperangah karena di sana disebutkan bahwa luangnya waktu yang dimiliki masyarakat bukannya digunakan untuk membaca melainkan menikmati acara televisi mencapai  85,9 persen, diikuti mendengarkan radio (40,3) sedangkan membaca buku atau media massa hanya mendapat 23,5 persen saja.
Kecenderungan ini diakibatkan dengan berlomba-lombanya televisi dalam menyajikan berita yang selalu up to date sehingga masyarakat merasa telah cukup memperoleh pengetahuan dengan hanya melihat dan mendengarkan sekelumit informasi yang disuguhkan televisi. Tanpa disadari ketika masyarakat menikmati televisi mereka jadi merasa selalu penasaran dengan sajian berikutnya. Dengan demikian waktu yang semestinya digunakan untuk menggali informasi (membaca) dari buku terbuang sia-sia hanya untuk mendapatkan informasi yang bisa dikatakan banyak sampahnya daripada sarinya.
Kembali pada berita yang diturunkan oleh korang-koran tadi bisakah hasil pengamatan dari Perpustakaan Umum tersebut tadi dijadikan generalisasi bahwa guru yang tidak ke sana otomatis tidak pernah membaca. Hemat saya sangat naif jika kesimpulan ini dilakukan. Sebab jujur saja saya tidak pernah ke perpustakaan tersebut bukan karena tidak mau tetapi ditengah kesibukan mengajar rasanya terlalu jauh jika meminjam buku saja sampai ke perpustakaan tersebut. Alternatifnya setiap bulan saya selalu menyisihkan uang untuk membeli buku yang bermutu. Apalagi dibenak saya rasanya kurang pas jika setelah membaca bukunya sudah tidak ada karena dikembalikan. Belum lagi jika suatu saat membutuhkan buku tersebut sebagai referensi. Bingung lagi meminjam alangkah tidak efisiennya. Dan di kalangan para guru sesama penggemar baca berlaku saling tukar menukar buku yang telah dibeli atau yang dimiliki bukankah ini alternatif yang jitu untuk mengisi waktu luang untuk membaca?
Bagaimanapun dengan adanya berita tersebut, pantaslah jika para guru merasa malu sebab guru sebagai ujung tombak pemberi support peningkatan minat baca ternyata masih kalah dengan anak didiknya apalagi dengan masyarakat umum yang jumlahnya kalah jauh dengan mereka.
*)Penikmat Buku
Pemimpin Redaksi Majalah Sekolah “KAMUS”
Al-Musthofa Canggu Jetis Mojokerto

Masih tidak muat, Dasar artikel jelek!!! he he he

1 komentar:

  1. artikelnya bagussss untuk guru2........
    buat guru2 jangan bosan2 untuk mengajar kami zaa

    nama :siti soviatul u
    kelas :xii ips

    BalasHapus